Hari-hari bermutu

Apa itu hari-hari bermutu?

mutu itu kualitas. bahasa jawa kunonya: degree of exellence. Punya nilai tersendiri. Memiliki karakter. Berbobot. Beratribut. Ada banyak konotasinya. Tetapi kalau boleh menafsirkan secara sesat, bermutu berarti memiliki kandungan makna dan nilai yang baik.

Dan menurutku, hari yang paling bermutu dari yang paling bermutu adalah yang didalamnya terbuka tabir Ilmu Tuhan dibalik ceruk-ceruk dimensi ruang waktu sepanjang 24 jam. Pengembaraan rahasia itu akan begitu menguras kemampuan "syaraf-syaraf rohani" sehinga yang muncul adalah tetesan-tetesan ilahiah yang paling kristal.

Judul hanya dalih saja. Karena males nulis diary. Sebab tiap hari adalah hari baik. Mana berani aku menganggap salah satu saja hari ciptaanNya sebagai hari jelek. Tidak pernah ada ciptaanNya yang benar-benar jelek. Kecuali kamu-kamu ini yang sempet baca diary gak jelas. ups!
*ngacir*..........................

Setiap hari sebetulnya ada saja yang ingin kutulis. Setiap hari harus ada yang mesti ditulis. Sebab di episode-episode pergantian siang-malam, aku dan kamu belajar. Lebih tepatnya harus belajar. Belajar apa saja. Mulai dari melihat kambing mengembek sampai ke perjumpaan-perjumpaan rahasia antara akal dengan ilham-ilham Tuhan yang berdimensi cahaya yang lebih besar. Semuanya harus dibaca dan diuraikan.

"Iqro" tidak bisa ditawar-tawar. Meski tak suka, kupaksa untuk mengacu pada ayat pertama yang masuk telinga dan kalbu Muhammad SAW ini. Karena diujung lorong iqro, akan kujumpai rahasia Tuhan di kehidupan.

Hari yang baik ini kuawali dengan menulis ttg ramadhan...

Menjemukan ya? Tentu saja. Sebab saat-saat ini siang malam dipenuhi tema ramadhan. Keributan ramadhan. Sinetron ramadhan. Busana ramadhan. Komoditas ekonomi ramadhan. Sampai-sampai kata ramadhan mengalami semacam inflasi. Murah, sepele dan tidak menarik.

Sebab ustadz-ustadz televisi dan radio, sudah tidak memiliki daya kreatifitas dan eksplorasi makna ramadhan yang lain-lain dan tersembunyi, sehingga terpaksa mengulang-ulang devinisi-devinisi dan hasil kontemplasi ramadhan yang berasal dari berabad-abad silam. Para ustadz itu tidak setia terhadap daya produktivitas dan kemampuan inovasi makna, akhirnya terpaksanya menggunakan jurus-jurus usang yang sebetulnya sangat menarik pada zamannya namun sudah menjadi "barang loakan" untuk masa sekarang ini.

Mereka gagal dan kalah dalam perjuangan iqro. Sehingga mandeg di hadapan raksasa terma-terma hasil olahan ulul albab masa silam. Dengan bahasa amat kasar: mereka menyepelekan akal dan hati bikinan Tuhan untuk mereka. Yang kemampuan dan kapasitasnya tidak pernah benar-benar bisa dipahami dan ditandingi oleh teknologi dibagian bumi manapun.

Jadi apa yang hendak aku katakan mengenai puasa? setelah ndobos berbusa dan tidak jelas alamat tujuannya?

Sementara dipending dulu...